BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kitab suci
al-Qur’an menggunakan konsep produksi barang dalam artian yang luas. Al-Qur’an
menekankan manfaat dari barang yang diproduksi. Memproduksi suatu barang harus
mempunyai hubungan dengan kebutuhan hidup manusia. Berarti barang itu harus
diproduksi untuk memenuhi kebutuhan manusia, dan bukannya untuk mem-produksi
barang mewah secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia,
karenanya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut
dianggap tidak produktif. Hal ini ditegaskan al-Qur’an yang tidak
memperbolehkan produksi barang-barang mewah yang berlebihan dalam keadaan
apapun. Begitupun dalam melaakukaan pendistribusikan agar lebih mempertimbngkan
kemanfaatan baraang yang akan didistribusi, tentunya yang dapat dipergunakan
sebagai kebutuhan masyaarakat atau kemaslaahatan banyak orang. sifat-sifat
alami manusia yang menjadi asas semua kegiatan ekonomi diterangkan:
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir”. Sifat
manusia menjadikan keluh kesah, tidak sabar dan gelisah dalam perjuangan
mendapatkan kekayaan dan memiliki segala seesuatu tanpa melihat bagaiman proses
dalam memiliki, dan dengan begitu memacu manusia untuk melakukan berbagai aktifitas
produktif. Manusia akan semakin giat memuaskan kehendaknya yang terus
bertambah, sehingga akibatnya manusia cenderung melakukan kerusakan di bidang
produksi. Maka dari itu dalam makalah ini akan memaparkan bagaimana teori
produksi, distribusi dan kepemilakn menurut Monzer Al- Khaf.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
biografi Monzer Al- Khaf ?
2.
Bagaimana
asumsi dasar Monzer Al- Khaf tentaang Islamic man?
3.
Bagaimana
teori produksi dan distribusi Monzer Al- Khaf?
4.
Bagaimana
konsep zakat dan pelarangan riba Monzer Al- Khaf?
5.
Bagaimana
konsep kepemilikan Monzer Al- Khaf?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Monzer Al-Khaf
Monzer Kahf (selanjutnya dibaca : Kahf)
dilahirkan di Damaskus, Syria, pada tahun 1940.Kahf adalah orang pertama yang
mencoba mengaktualisasikan penggunaan institusi distribusi Islam
(zakat,sedekah) terhadap agregat ekonomi, pendapatan, konsumsi, simpanan dan
investasi. Kahf menerima gelar B.A (setara S1) di bidang Bisnis dari
universitas Damaskus pada tahun 1962 serta memperoleh penghargaan langsung dari
presiden Syria sebagai lulusan terbaik. Pada tahun 1975, Kahf meraih gelar Ph.D
untuk ilmu ekonomi spesialisasi ekonomi International dariUniversity of
Utah, Salt Lake City, USA. Selain itu, Khaf juga pernah mengikuti kuliah
informal yaitu, training and knowledge of Islamic Jurisprudence (Fiqh) and
Islamic Studies di Syria. Sejak tahun 1968, ia telah menjadi akuntan
publik yang bersertifikat.
Pada tahun 2005, Monzer Kahf menjadi
seorang guru besar ekonomi Islam dan perbankan di The Garduate Programe of
Islamic Economics and Banking, Universitas Yarmouk di Jordan. Lebih dari 34
tahun Kahf mengabdikan dirinya di bidang pendidikan. Ia pernah
menjadi asisten dosen di fakultas ekonomi University of Utah, Salt
Lake City (1971-1975). Khaf juga pernah aktif sebagai instruktur
di School of Business, University of Damascus (Syria. 1962 –
1963). Pada tahun 1984, Kahf memutuskan untuk bergabung dengan Islamic
Development Bank dan sejak 1995 ia menjadi ahli ekonomi (Islam) senior di
IDB.
Monzer Kahf merupakan seorang penulis
yang produktif dalam menghasilkan pemikiran-pemikiran di bidang ekonomi,
keuangan, bisnis, fiqh dan hukum dengan dwi bahasa, yaitu Arab dan Inggris. Pada
tahun 1978, Kahf menerbitkan buku tentang ekonomi Islam yang berjudul ‘The
Islamic Economy: Analytical Study of the Functioning of the Islamic Economic
System’. Buku ini diangap menjadi awal dari sebuah analisis matematika
ekonomi dalam mempelajari ekonomi Islam, sebab pada tahun 1970-an, sebagian
besar karya-karya mengenai ekonomi Islam masih mendiskusikan masalah prinsip
dan garis besar ekonomi.
B.
Asumsi
Dasar Monzer Al- Khaf Tentang Islamic Man
Monzer Al- Khaf dalam pandagannya
terhadap agen ekonomi dalam suatu sistem ekonomi Islam tidak dilihat dari sudut
pandang keagamaan, akan tetapi selama agen tersebut bersedia untuk menerima
paradigma Islam atau “rules of the game”. Seorang agen ekonomi individual dapat
saja seorang muslim ataupun non muslim selama ia bersedia menerima tata nilai
dan norma ekonomi di dalam Islam yang berasal dari tiga pilar berikut ini:[1]
1.
Dunia
ini benar-benar dimiliki oleh Allah swt dan segala sesuatu adalah milik-Nya.
Manusia adalah wakil atau khalifah yang menjalankan atau melaksanakna semua
peritah-Nya. Hal ini antara lain, memiliki implikasi dalam soal kepemilikan.
2.
Tuhan
adalah Maha Esa dan oleh karenanya hanya ada satu hukum saja yang harus
diikuti, yakni hukum islam. Hal ini terdapat pada bagaimana seseorang harus
mengatur sistem ekonomi dan semua institusinya yang hendak di tetapkan.
3.
Oleh
karena dunia ini hanyalah sementara dan hari kiamat sebagai hari pengadilan
diterima sebagai suatu realitas, maka tindakan manusia haruslah didasarkan
tidak saja pada keuntungan di dunia ini melainkan juga pahala di akhirat.
Islamic man dalam mengkonsumsi suatu barangan
tidak semata-mata bertujuan memaksimumkan kepuasan, tetapi selalu memperhatikan
apakah barang itu halal atau haram, israf atau tabzir, memudaratkan masyarakat
atau tidak dan[2]
lain-lain. Islamic man tidak materialistik, ia senantiasa memperhatikan anjuran
syariat untuk berbuat kebajikan untuk masyarakat, oleh karena itu ia baik hati,
suka menolong, dan peduli kepada masyarakat sekitar. Ia ikhlas mengorbankan
kesenangannya untuk menyenangkan orang lain.
C.
Teori
Produksi dan Distribusi Monzer Al- Khaf
Dalam bukunya yang berjudul The Islamic Economy: Analytical of The
Functioning of The Islamic Economic System yang menyatakan bahwa tingkat
keshalehan seseorang mempunyai korelasi positif terhadap tingkat produksi yang
dilakukannya. Jika seseorang memiliki tingkat keshalehan yang semakin meningkat
maka nilai produktifitasnya juga akan semakin meningkat, begitu juga sebaliknya
jika keshalehan seseorang menurun maka akan mempengaruhi pada pencapaian nilai
produksinya yang ikut menurun.
Sebuah contoh, seseorang yang senantiasa
terjaga untuk selalu menegakkan shalat berarti ia telah dianggap saleh. Dalam keadaan
seperti ini, orang tersebut telah merasakan tingkat kepuasan batin yang tinggi
dan secara psikologi jiwanya telah mengalami ketenangan dalam menghadapi setiap
permasalahan kehidupannya. Hal ini akan berpengaruh secara positif bagi tingkat
produksi yang berjangka pendek, karena dengan hati yang tenang dan tidak ada
gangguan dalam jiwanya ia akan melakukan aktifitas produksinya dengan tenang
pula dan akhirnya akan dicapai tingkat produksi yang diharapkan.
Monzer Al- Khaf juga menyinggung
kewajiban manusia untuk memanfaatkan berbagai sumber yang telah dianugrahkan
oleh Allah swt, kemudian sumber itu menjadi pendorong terjadinya suatu
produksi. Bebrapa klausul yang dikutip oleh Monzer Al- Khaf yang disampaikan
oleh Sadr yaitu:[3]
1.
Pemanfaatan
adalah alasan bagi kepemilikan.
2.
Harus
ada pemnfaatan yang terus menerus untuk mempertahankan hak milik.
3.
Kegiatan
yang secara ekonomi tidak produktif adalah terlarang.
4.
Tidak
boleh ada penimbunan.
5.
Dilarangnya
spekulasi.
6.
Harus
menyediakan kebutuhan dasar bagi masyarakat.
7.
Negara
berperan besar sebagai perencana dan penyelia.
Dalam hal ini Khaf setuju denagn
pendapat Sadr tentang prinsip konstannya kepemilikan dan imbalan bagi faktor
produksi lain yang ikut serta dalam proses produksi.
Monzer Al- Khaf tidak terlalu
membicarkan masalah distribusi, dalam karya-karyanya para ahli hanya
menyinggung masalah kepemilikan di dua bidang yaitu, dalam hubungannya dengan
keadilan dan ketika membahas produksi. Namun sebagai salah satu prinsip umum
yang membentuk sistem ekonomi Islam ketika keadilan terdapat didalam suatu
proses distribusi. Khaf memandang keadilan sebagai akaibat dari tiga aturan
umum yaitu[4], penilaian
yang tepat atas faktor produksi, penetapan harga output yang tepat dan
redistribusi output (pendapatan) bagi mereka yang tidak mampu mendapatkan
melalui kekuatan pasar, dalam hal ini pada dasarnya melibatkan zakat.
Dalam persoalan distribusi, khaf tidak
memberi pentunjuk yang jelas sekalipun ia mengusulkan adanya kesempatan yang
sama bagi semua orang untuk mencari kesejahteraan ekonomi. Hal itu didukung
pada pandangannya bahwa yang dikatakan hak milik ketika mampu memanfaatkan
miliknya itu, dan hal ini mengandung arti bahwa pendistribusian hak milik
berdasar pada kemauan bekerja adalah sesuatu yang mungkin. Namun ia membuat
perbedaan yang jelas antara hak milik dan hak guna. Seseorang dapat kehilangan
hak guna jika iya salah menggunakan barangnya, dan kehilangan seluruh haknya
jika iya tidak memanfaatkan barangnya atau tidak mengizinkan orang lain untuk
memanfaatkannya.
D.
Konsep
Zakat dan Pelarangan Riba
Menurut Monzer Kahf, tujuan utama dari
zakat adalah untuk mencapai keadilan social ekonomi. Zakat merupakan transfer
sederhana dari bagian dengan ukuran tertentu harta si kaya untuk dialokasikan
kepada si miskin. Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi Islam,
karena zakat merupakan salah satu implementasi azas keadilan dalam sistem
ekonomi Islam. Namun Khaf yakin bahwa
hasil pungutan zakat tidak akan cukup untk membiayai semua jenis pengeluaran
negara. Oleh karena itu ia mendukung kemungkinan dipungutnya pajak sebagai
tambahan. Sekalipun kahaf melihat adanya efek positif zakat terhadap tabungan,
investasi dan pendapatan nasional, yakni lebih efektif dibanding dengan pajak
sekuler, namun ia tidak melihat bahwa zakat adalah pengganti pajak.
Khaf tidak ragu untuk menyatakan bahwa
bunga dalah riba, dan mengkritik mereka yang mencoba membedakan antara usury
dan bunga dengan menyatakan bahwa hanya usury sajalah yang riba. Khaf menuduh
mereka itu berusaha meng- Islamkan yang non- Islam di negara-negara muslim.
Seperti halnya para ahli yang lain ia menyatakan bahwa mudharabah/qirad adalah
instrumen Islam untuk mengganti semua transaksi berbasis riba.
E.
Konsep
Kepemilikan Monzer Al- Khaf
Manusia yang muncul dalam posisinya
sebagai khalifah Allah swt di muka bumi, memiliki hak dan tanggung jawab untuk
memiliki sesuatu dan memanfaatkannya. Sama seperti pendapat para ahli yang
lainnya, hak memiliki ini terbatas dan sah, sejajar dengan tanggung jawab
manusia untuk bertindak sesuai dengan kehendak dan hukum Allah swt. Purposive nature of property right ini
memiliki implikasi bahwa kekayaan tidak boleh terkonsentrasi di tangan sedikit
orang saja, dan itu mengharuskan adanya kerjasama anatara manusia dalam
pemanfaatannya. Sejalan dengan filosofinya, karakteristik kepemilikan itu
adalah sebagai berikut:
1.
Hak
milik didasarkan dan mencakup kesempatan untuk memnfaatkannya. Dengan kata
lain, kerja atau kesempatan untuk memanfaatkan itu adalah unsur yang
menyebabkan sesorang boleh memiliki sesuatu barang. Kahf menekankan bahwa hak
untuk memiliki itu adalah pemanfaatannya, bukan pemilikannya semata-mata. Jika
barang itu tidak dimanfaatkan sesuai dengan gunanya, maka hak memiliki
itupun tidak ada pula. Hal ini sejalan
dengan posisi pemerintah yang boleh menyita barang yng menggangur untuk
menempatkannya pada pengguna ekonomis yang sesuai.
2.
Tidak
dipenuhinya fungsi ekonomi sesuatu hak milik atau dialihkannya pengunaan suatu
barang pada maksud-maksud non ekonomis, akan mengakibatkan dikuranginya hak
milik sejajar dengan kedhaliman yang dilakukan. Sanksi itu terentang dari
lenyapnya hak dalam hal barang yang tidak dimanfaatkan, hingga hilangnya
kontrol seseorang atas miliknya sendiri dalam
hal barang digunakan secara salah. Sekali lagi , hal ini menegaskan
betapa pentingnya penggu x.,naan hak milik secara tepat.
3.
Hak
memiliki dibatasi oleh umur pemiliknya, yakni ia terikat oleh hukum waris yang
telah menerapkan cara pembagian harta warisan kepada orang-orang tertentu.
4.
Barang-barang
tertentu, seperti sumber daya alam tidak dapat dimiliki secar pribadi dan
menjadi milik masyarakat secara keseluruhan. Disini pemerintah memainkan
peranan utama sebagai penyelia dan dalam redistribusinya.
Meskipun disebutkan bahwa kepemilikan
adalah hanya dalam kemanfaatannya dan bukan semata-mata dalam kepemilikan,
sebenarnya Kahf membolehkan kepemilikan asalkan tetap didalam batas- batas
bahwa kepemilikan mutlak adalah Allah swt. Menyadari bahwa segala sesuatu yang
diberikan hanya berupa titipan semata dan semuanya akan kembali kepada-Nya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Monzer
Al- Khaf merupakan seorang penulis yang produktif dalam menghasilkan
pemikiran-pemikiran di bidang ekonomi, keuangan, bisnis, fiqh dan hukum dengan
dwi bahasa, yaitu Arab dan Inggris. Yang paling utama dan terpenting dari
pemikiran Khaf adalah pandangannya terhadap ekonomi sebagai bagian tertentu
dari agama. Karena baginya, agama denagan pengertian yang diharapkan pada
kepercayaan dan perilaku manusia, perilaku ekonomi pastinya menjadi salah satu
dari aspek agama.
2.
Islamic
man diartikan sebagai seseorang yang ingin mengikuti aturan-aturan yang telah
ditetapkan oleh syariah, walaupun dia muslim atau non muslim.
3.
Dalam
sistem ekonomi baik itu dalam proses produksi maupun distribusi tidak dapat
dipisahkan dari sudut pandang agama, karena hal ini sangat berkaitan erat
bahkan saling melengkapi dalam menjalankan suatu sistem ekonomi.
4.
Konsep
zakat Khaf tidak jauh beda dengan pandangan para ahli, yang mana zakat
merupakan kewajiban bagi setiap orang islam, dan merupakan salah satu ciri
ekonomi Islam. Begitupun pandangannya tentang riba yang merupakan sesuatu yang
tidak diperbolehkan oleh agama.
5.
Konsep
kepemilikan memiliki arti bahwa segala sesuatunya hanya semata-mata mutlak
milik Allah swt, adapaun yang kita miliki sekarang ini hany aberupa titipan
untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Chamid, Nur.
Jejak Langkah Sejrah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2010.
Euis, Amalia. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.
Jakarta: Gramata Publishing. 2010.
Haneef, Mohammed Aslam, Pemikir Ekonomi Islam Kontemporer: Analisis
Komperatif Terpilih/ Penerjemah, Suherman Rosyidi. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada. 2010.
http://yonputra.blogspot.co.id/2013/12/sejarah-pemikiran-ekonomi-islam-menurut.html
[1]Mohammed Aslam Haneef, Pemikir Ekonomi Islam Kontemporer: Analisis
Komperatif Terpilih/ Penerjemah, Suherman Rosyidi (Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 2010), h: 93.
[2]Amalia Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: Gramata Publishing, 2010)
h. 307.
[3]Mohammed Aslam Haneef, Pemikir Ekonomi Islam Kontemporer: Analisis
Komperatif Terpilih/ Penerjemah, Suherman Rosyidi, h: 103.
[4]Mohammed Aslam Haneef, Pemikir
Ekonomi Islam Kontemporer: Analisis Komperatif Terpilih/ Penerjemah, Suherman
Rosyidi, h: 101.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar