Jumat, 16 Desember 2016

Pemikir Ekonomi Islam : Monzer Al- Khaf

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Kitab suci al-Qur’an menggunakan konsep produksi barang dalam artian yang luas. Al-Qur’an menekankan manfaat dari barang yang diproduksi. Memproduksi suatu barang harus mempunyai hubungan dengan kebutuhan hidup manusia. Berarti barang itu harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan manusia, dan bukannya untuk mem-produksi barang mewah secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, karenanya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut dianggap tidak produktif. Hal ini ditegaskan al-Qur’an yang tidak memperbolehkan produksi barang-barang mewah yang berlebihan dalam keadaan apapun. Begitupun dalam melaakukaan pendistribusikan agar lebih mempertimbngkan kemanfaatan baraang yang akan didistribusi, tentunya yang dapat dipergunakan sebagai kebutuhan masyaarakat atau kemaslaahatan banyak orang. sifat-sifat alami manusia yang menjadi asas semua kegiatan ekonomi diterangkan: “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir”. Sifat manusia menjadikan keluh kesah, tidak sabar dan gelisah dalam perjuangan mendapatkan kekayaan dan memiliki segala seesuatu tanpa melihat bagaiman proses dalam memiliki, dan dengan begitu memacu manusia untuk melakukan berbagai aktifitas produktif. Manusia akan semakin giat memuaskan kehendaknya yang terus bertambah, sehingga akibatnya manusia cenderung melakukan kerusakan di bidang produksi. Maka dari itu dalam makalah ini akan memaparkan bagaimana teori produksi, distribusi dan kepemilakn menurut Monzer Al- Khaf.
B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana biografi Monzer Al- Khaf ?
2.    Bagaimana asumsi dasar Monzer Al- Khaf tentaang Islamic man?
3.    Bagaimana teori produksi dan distribusi Monzer Al- Khaf?
4.    Bagaimana konsep zakat dan pelarangan riba Monzer Al- Khaf?
5.    Bagaimana konsep kepemilikan Monzer Al- Khaf?























BAB II
PEMBAHASAN
A.  Biografi Monzer Al-Khaf
Monzer Kahf (selanjutnya dibaca : Kahf) dilahirkan di Damaskus, Syria, pada tahun 1940.Kahf adalah orang pertama yang mencoba mengaktualisasikan penggunaan institusi distribusi Islam (zakat,sedekah) terhadap agregat ekonomi, pendapatan, konsumsi, simpanan dan investasi. Kahf menerima gelar B.A (setara S1) di bidang Bisnis dari universitas Damaskus pada tahun 1962 serta memperoleh penghargaan langsung dari presiden Syria sebagai lulusan terbaik. Pada tahun 1975, Kahf meraih gelar Ph.D untuk ilmu ekonomi spesialisasi ekonomi International dariUniversity of Utah, Salt Lake City, USA. Selain itu, Khaf juga pernah mengikuti kuliah informal yaitu, training and knowledge of Islamic Jurisprudence (Fiqh) and Islamic Studies di Syria. Sejak tahun 1968, ia telah menjadi akuntan publik yang bersertifikat.
Pada tahun 2005, Monzer Kahf menjadi seorang guru besar ekonomi Islam dan perbankan di The Garduate Programe of Islamic Economics and Banking, Universitas Yarmouk di Jordan. Lebih dari 34 tahun Kahf mengabdikan dirinya di bidang pendidikan. Ia  pernah  menjadi asisten dosen di fakultas ekonomi University of Utah, Salt Lake City (1971-1975). Khaf juga pernah aktif sebagai instruktur di School of Business, University of Damascus (Syria. 1962 – 1963). Pada tahun 1984, Kahf memutuskan untuk bergabung dengan Islamic Development Bank dan sejak 1995 ia menjadi ahli ekonomi (Islam) senior di IDB.
Monzer Kahf merupakan seorang penulis yang produktif dalam menghasilkan pemikiran-pemikiran di bidang ekonomi, keuangan, bisnis, fiqh dan hukum dengan dwi bahasa, yaitu Arab dan Inggris. Pada tahun 1978, Kahf menerbitkan buku tentang ekonomi Islam yang berjudul ‘The Islamic Economy: Analytical Study of the Functioning of the Islamic Economic System’. Buku ini diangap menjadi awal dari sebuah analisis matematika ekonomi dalam mempelajari ekonomi Islam, sebab pada tahun 1970-an, sebagian besar karya-karya mengenai ekonomi Islam masih mendiskusikan masalah prinsip dan garis besar ekonomi.
B.  Asumsi Dasar Monzer Al- Khaf Tentang Islamic Man
Monzer Al- Khaf dalam pandagannya terhadap agen ekonomi dalam suatu sistem ekonomi Islam tidak dilihat dari sudut pandang keagamaan, akan tetapi selama agen tersebut bersedia untuk menerima paradigma Islam atau “rules of the game”. Seorang agen ekonomi individual dapat saja seorang muslim ataupun non muslim selama ia bersedia menerima tata nilai dan norma ekonomi di dalam Islam yang berasal dari tiga pilar berikut ini:[1]
1.      Dunia ini benar-benar dimiliki oleh Allah swt dan segala sesuatu adalah milik-Nya. Manusia adalah wakil atau khalifah yang menjalankan atau melaksanakna semua peritah-Nya. Hal ini antara lain, memiliki implikasi dalam soal kepemilikan.
2.      Tuhan adalah Maha Esa dan oleh karenanya hanya ada satu hukum saja yang harus diikuti, yakni hukum islam. Hal ini terdapat pada bagaimana seseorang harus mengatur sistem ekonomi dan semua institusinya yang hendak di tetapkan.
3.      Oleh karena dunia ini hanyalah sementara dan hari kiamat sebagai hari pengadilan diterima sebagai suatu realitas, maka tindakan manusia haruslah didasarkan tidak saja pada keuntungan di dunia ini melainkan juga pahala di akhirat.
Islamic man dalam mengkonsumsi suatu barangan tidak semata-mata bertujuan memaksimumkan kepuasan, tetapi selalu memperhatikan apakah barang itu halal atau haram, israf atau tabzir, memudaratkan masyarakat atau tidak dan[2] lain-lain. Islamic man tidak materialistik, ia senantiasa memperhatikan anjuran syariat untuk berbuat kebajikan untuk masyarakat, oleh karena itu ia baik hati, suka menolong, dan peduli kepada masyarakat sekitar. Ia ikhlas mengorbankan kesenangannya untuk menyenangkan orang lain.
C.  Teori Produksi dan Distribusi Monzer Al- Khaf
Dalam bukunya yang berjudul The Islamic Economy: Analytical of The Functioning of The Islamic Economic System yang menyatakan bahwa tingkat keshalehan seseorang mempunyai korelasi positif terhadap tingkat produksi yang dilakukannya. Jika seseorang memiliki tingkat keshalehan yang semakin meningkat maka nilai produktifitasnya juga akan semakin meningkat, begitu juga sebaliknya jika keshalehan seseorang menurun maka akan mempengaruhi pada pencapaian nilai produksinya yang ikut menurun.
Sebuah contoh, seseorang yang senantiasa terjaga untuk selalu menegakkan shalat berarti ia telah dianggap saleh. Dalam keadaan seperti ini, orang tersebut telah merasakan tingkat kepuasan batin yang tinggi dan secara psikologi jiwanya telah mengalami ketenangan dalam menghadapi setiap permasalahan kehidupannya. Hal ini akan berpengaruh secara positif bagi tingkat produksi yang berjangka pendek, karena dengan hati yang tenang dan tidak ada gangguan dalam jiwanya ia akan melakukan aktifitas produksinya dengan tenang pula dan akhirnya akan dicapai tingkat produksi yang diharapkan.
Monzer Al- Khaf juga menyinggung kewajiban manusia untuk memanfaatkan berbagai sumber yang telah dianugrahkan oleh Allah swt, kemudian sumber itu menjadi pendorong terjadinya suatu produksi. Bebrapa klausul yang dikutip oleh Monzer Al- Khaf yang disampaikan oleh Sadr yaitu:[3]
1.    Pemanfaatan adalah alasan bagi kepemilikan.
2.    Harus ada pemnfaatan yang terus menerus untuk mempertahankan hak milik.
3.    Kegiatan yang secara ekonomi tidak produktif adalah terlarang.
4.    Tidak boleh ada penimbunan.
5.    Dilarangnya spekulasi.
6.    Harus menyediakan kebutuhan dasar bagi masyarakat.
7.    Negara berperan besar sebagai perencana dan penyelia.
Dalam hal ini Khaf setuju denagn pendapat Sadr tentang prinsip konstannya kepemilikan dan imbalan bagi faktor produksi lain yang ikut serta dalam proses produksi.
Monzer Al- Khaf tidak terlalu membicarkan masalah distribusi, dalam karya-karyanya para ahli hanya menyinggung masalah kepemilikan di dua bidang yaitu, dalam hubungannya dengan keadilan dan ketika membahas produksi. Namun sebagai salah satu prinsip umum yang membentuk sistem ekonomi Islam ketika keadilan terdapat didalam suatu proses distribusi. Khaf memandang keadilan sebagai akaibat dari tiga aturan umum yaitu[4], penilaian yang tepat atas faktor produksi, penetapan harga output yang tepat dan redistribusi output (pendapatan) bagi mereka yang tidak mampu mendapatkan melalui kekuatan pasar, dalam hal ini pada dasarnya melibatkan zakat.
Dalam persoalan distribusi, khaf tidak memberi pentunjuk yang jelas sekalipun ia mengusulkan adanya kesempatan yang sama bagi semua orang untuk mencari kesejahteraan ekonomi. Hal itu didukung pada pandangannya bahwa yang dikatakan hak milik ketika mampu memanfaatkan miliknya itu, dan hal ini mengandung arti bahwa pendistribusian hak milik berdasar pada kemauan bekerja adalah sesuatu yang mungkin. Namun ia membuat perbedaan yang jelas antara hak milik dan hak guna. Seseorang dapat kehilangan hak guna jika iya salah menggunakan barangnya, dan kehilangan seluruh haknya jika iya tidak memanfaatkan barangnya atau tidak mengizinkan orang lain untuk memanfaatkannya.
D.  Konsep Zakat dan Pelarangan Riba
Menurut Monzer Kahf, tujuan utama dari zakat adalah untuk mencapai keadilan social ekonomi. Zakat merupakan transfer sederhana dari bagian dengan ukuran tertentu harta si kaya untuk dialokasikan kepada si miskin. Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi Islam, karena zakat merupakan salah satu implementasi azas keadilan dalam sistem ekonomi Islam.  Namun Khaf yakin bahwa hasil pungutan zakat tidak akan cukup untk membiayai semua jenis pengeluaran negara. Oleh karena itu ia mendukung kemungkinan dipungutnya pajak sebagai tambahan. Sekalipun kahaf melihat adanya efek positif zakat terhadap tabungan, investasi dan pendapatan nasional, yakni lebih efektif dibanding dengan pajak sekuler, namun ia tidak melihat bahwa zakat adalah pengganti pajak.
Khaf tidak ragu untuk menyatakan bahwa bunga dalah riba, dan mengkritik mereka yang mencoba membedakan antara usury dan bunga dengan menyatakan bahwa hanya usury sajalah yang riba. Khaf menuduh mereka itu berusaha meng- Islamkan yang non- Islam di negara-negara muslim. Seperti halnya para ahli yang lain ia menyatakan bahwa mudharabah/qirad adalah instrumen Islam untuk mengganti semua transaksi berbasis riba.
E.   Konsep Kepemilikan Monzer Al- Khaf
Manusia yang muncul dalam posisinya sebagai khalifah Allah swt di muka bumi, memiliki hak dan tanggung jawab untuk memiliki sesuatu dan memanfaatkannya. Sama seperti pendapat para ahli yang lainnya, hak memiliki ini terbatas dan sah, sejajar dengan tanggung jawab manusia untuk bertindak sesuai dengan kehendak dan hukum Allah swt. Purposive nature of property right ini memiliki implikasi bahwa kekayaan tidak boleh terkonsentrasi di tangan sedikit orang saja, dan itu mengharuskan adanya kerjasama anatara manusia dalam pemanfaatannya. Sejalan dengan filosofinya, karakteristik kepemilikan itu adalah sebagai berikut:
1.    Hak milik didasarkan dan mencakup kesempatan untuk memnfaatkannya. Dengan kata lain, kerja atau kesempatan untuk memanfaatkan itu adalah unsur yang menyebabkan sesorang boleh memiliki sesuatu barang. Kahf menekankan bahwa hak untuk memiliki itu adalah pemanfaatannya, bukan pemilikannya semata-mata. Jika barang itu tidak dimanfaatkan sesuai dengan gunanya, maka hak memiliki itupun  tidak ada pula. Hal ini sejalan dengan posisi pemerintah yang boleh menyita barang yng menggangur untuk menempatkannya pada pengguna ekonomis yang sesuai.
2.      Tidak dipenuhinya fungsi ekonomi sesuatu hak milik atau dialihkannya pengunaan suatu barang pada maksud-maksud non ekonomis, akan mengakibatkan dikuranginya hak milik sejajar dengan kedhaliman yang dilakukan. Sanksi itu terentang dari lenyapnya hak dalam hal barang yang tidak dimanfaatkan, hingga hilangnya kontrol seseorang atas miliknya sendiri dalam  hal barang digunakan secara salah. Sekali lagi , hal ini menegaskan betapa pentingnya penggu x.,naan hak milik secara tepat.
3.    Hak memiliki dibatasi oleh umur pemiliknya, yakni ia terikat oleh hukum waris yang telah menerapkan cara pembagian harta warisan kepada orang-orang tertentu.
4.    Barang-barang tertentu, seperti sumber daya alam tidak dapat dimiliki secar pribadi dan menjadi milik masyarakat secara keseluruhan. Disini pemerintah memainkan peranan utama sebagai penyelia dan dalam redistribusinya.
Meskipun disebutkan bahwa kepemilikan adalah hanya dalam kemanfaatannya dan bukan semata-mata dalam kepemilikan, sebenarnya Kahf membolehkan kepemilikan asalkan tetap didalam batas- batas bahwa kepemilikan mutlak adalah Allah swt. Menyadari bahwa segala sesuatu yang diberikan hanya berupa titipan semata dan semuanya akan kembali kepada-Nya.
















BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
1.      Monzer Al- Khaf merupakan seorang penulis yang produktif dalam menghasilkan pemikiran-pemikiran di bidang ekonomi, keuangan, bisnis, fiqh dan hukum dengan dwi bahasa, yaitu Arab dan Inggris. Yang paling utama dan terpenting dari pemikiran Khaf adalah pandangannya terhadap ekonomi sebagai bagian tertentu dari agama. Karena baginya, agama denagan pengertian yang diharapkan pada kepercayaan dan perilaku manusia, perilaku ekonomi pastinya menjadi salah satu dari aspek agama.
2.      Islamic man diartikan sebagai seseorang yang ingin mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh syariah, walaupun dia muslim atau non muslim.
3.      Dalam sistem ekonomi baik itu dalam proses produksi maupun distribusi tidak dapat dipisahkan dari sudut pandang agama, karena hal ini sangat berkaitan erat bahkan saling melengkapi dalam menjalankan suatu sistem ekonomi.
4.      Konsep zakat Khaf tidak jauh beda dengan pandangan para ahli, yang mana zakat merupakan kewajiban bagi setiap orang islam, dan merupakan salah satu ciri ekonomi Islam. Begitupun pandangannya tentang riba yang merupakan sesuatu yang tidak diperbolehkan oleh agama.
5.      Konsep kepemilikan memiliki arti bahwa segala sesuatunya hanya semata-mata mutlak milik Allah swt, adapaun yang kita miliki sekarang ini hany aberupa titipan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.



DAFTAR PUSTAKA
Chamid, Nur. Jejak Langkah Sejrah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010.
Euis, Amalia. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Gramata Publishing. 2010.
Haneef, Mohammed Aslam, Pemikir Ekonomi Islam Kontemporer: Analisis Komperatif Terpilih/ Penerjemah, Suherman Rosyidi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. 2010.
http://yonputra.blogspot.co.id/2013/12/sejarah-pemikiran-ekonomi-islam-menurut.html



[1]Mohammed Aslam Haneef, Pemikir Ekonomi Islam Kontemporer: Analisis Komperatif Terpilih/ Penerjemah, Suherman Rosyidi (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2010), h: 93.
[2]Amalia Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: Gramata Publishing, 2010) h. 307.
[3]Mohammed Aslam Haneef, Pemikir Ekonomi Islam Kontemporer: Analisis Komperatif Terpilih/ Penerjemah, Suherman Rosyidi, h: 103.
[4]Mohammed Aslam Haneef, Pemikir Ekonomi Islam Kontemporer: Analisis Komperatif Terpilih/ Penerjemah, Suherman Rosyidi, h: 101.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar